Indonesia Creative Cities Network (ICCN) menyelenggarakan Indonesia Creative Cities Festifal (ICCF) 2-7 September 2019 dan Ternate, Maluku Utara, dipercaya sebagai tuan rumah penyelenggaraan festival pelaku dan penggerak kreatif terbesar di Indonesia ini.
Kecantikan Dari Dalam Nama Besar Kota Ternate
Berawal dari sebuah wilayah yang bernama Gapi, sosok embrio kota heterogen pun dipersiapkan. Dalam beberapa literatur, seorang pendakwah Islam bernama Jafa’ar Shadiq mengungkapkan karakter penduduk asli Gapi yang begitu keras dan kasar. Dalam bahasa lokal, karakter ini disebut dengan ungkapan Tarinata. Hal ini dianggap sebagai warisan alam dari Gunung berapi Gamalama yang berada tepat di tengah pulau penduduk ini tinggal. Seiring perkembangan jaman, wilayah Gapi berikut para penduduk Tarinata ini pun semakin meluas dan menjadi sebuah kota utama dengan Kesultanan besar yang memerintah dan kita kenal hingga kini dengan nama Ternate. Sejarah di atas adalah sekilas asal-usul terjadinya nama Ternate yang merupakan pengembangan dari ungkapan Tarinata bagi warganya yang berkarakter kasar dan keras. Ternate adalah sebuah kota besar yang berada di pulau dengan nama Ternate juga. Secara natural, Ternate memiliki sebagai sebuah kota pulau yang berada di sekitar gunung vulkanik aktif bernama Gamalama. Oleh sebab itu, keberadaan Gunung Gamalama tidak akan pernah dilepaskan dari sejarah masyarakat Ternate.
Pada dasarnya, Kota Ternate adalah sebuah kota yang berkembang dari kota pelabuhan. Tata kota Ternate menunjukkan bahwa kota ini merupakan bentukan gaya Eropa yang dibawa oleh para penjajah Portugis, Spanyol dan Belanda. Seperti bentuk kebanyakan kota kolonial Eropa, pusat kota Ternate ditandai dengan adanya alun-alun yang dikelilingin berbagai bangunan infrastruktur kota seperti pengadilan, pasar, dan juga Kedaton Kesultanan Ternate.
Keberadaan kota Ternate bermula dari berdirinya Kesultanan Ternate pada sekitar abad ke-13 yang juga menjadikan kota ini sebagai pusat pemerintahannya. Kesultanan Ternate berdiri dengan mendapat banyak pengaruh Islam dari para pedagang Arab dan mengusung pemerintahan syariat Islam yang kemudian menjadi sebuah kekuatan kerajaan besar di timur Nusantara. Bahkan, daerah kekuasaan Kesultanan Ternate mencapai wilayah Kepualauan Marshall di Filipina. Bagi Indonesia sendiri, Kesultanan Ternate merupakan salah satu Kerajaan Islam tertua yang masih berdiri hingga masa sekarang ini.
Kota Ternate sendiri kini dikenal sebagai kota kepulauan dengan luas wilayah sekitar 542.736 kilometer persegi dengan 8 pulau di dalamnya. Pulau-pulau tersebut antara lain Pulau Ternate, Pulau Hiri, Pulau Moti, Pulau Mayau, dan Tifori, sedangkan masih tidak berpenghuni antara lain Pulau Maka, Pulau Mano dan Gurida. Pulau Ternate tempat kota ini berada sendiri memiliki kontur topografi yang sangat beragam. Mulai dari daerah pegunungan terjal, gunung berapi, hutan, hingga pesisir dengan batuan karang yang beraneka ragam pun dimiliki oleh Pulau Ternate. Bahkan tanah Ternate dikenal sangat subur dengan sumber daya rempah yang banyak menjadi incaran perdagangan sejak masa lalu. Namun demikian, setiap kelebihan memiliki kekurangan dan kondisi Gunung Gamalama yang masih aktif adalah salah satu kekurangan yang dirasakan dampaknya hingga kini.
Walaupun kata Ternate berasal dari Tarinata yang berarti keras dan kasar, namun karakter masyarakat Ternate saat ini tidaklah demikian. Warga kota yang pernah menjadi ibukota provinsi Maluku Utara ini dikenal sangat ramah dan suka bercanda. Mereka umumnya santai dalam menjalani kehidupan sehari-hari, namun memang tidak dapat dipungkiri bila ada sesuatu buruk terjadi, warga Ternate cukup mudah terpancing emosi. Jumlah penduduk kota Ternate saat ini sudah sangat padat dan dinilai tidak proporsional lagi. Banyak pendatang baru dari Sulawesi, Ambon, bahkan Jawa yang merantau ke kota besar ini. Bahkan, kepadatan ini telah membuat pemerintah pusat Indonesia memutuskan untuk memindahkan ibukota provinsi Maluku Utara ke Sofifi di Pulau Halmahera. Namun, tidak dapat dipungkiri roda perekonomian Maluku Utara tetap berpusat di Ternate.
Dari sektor pariwisata, kota Ternate dikenal sangat banyak memiliki obyek menarik untuk dikunjungi. Sejarah perjalanan Ternate adalah salah satu sebab banyaknya obyek ini. Sebut saja benteng-benteng seperti Tolukko, Kastela, atau Oranye yang berada di tengah kota menjadi saksi sejarah perjalanan Ternate. Selain itu wisata bernuansa alam seperti Danau Tolire atau Pantai Sulamadaha juga menjadi pilihan menarik dan indah untuk dikunjungi. Satu yang menarik terkait keberadaan Gunung Gamalama adalah obyek wisata Batu Angus yang merupakan situs batuan lahar dari sisa letusan Gunung Gamalama. Sekilas situs ini menyerupai candi-candi di Jawa, namun sebenarnya yang akan kita lihat adalah lahar panas yang telah membatu dan membentuk kontur unik.
Ternate adalah sebuah kota pulau yang sangat menarik dan indah. Memang hanya butuh waktu sekitar 1 jam saja untuk mengitari keseluruhan wilayah pulau, namun pesona Ternate tidak akan habis dieksplorasi hanya dalam sehari. Kekayaan alam, keramahan warga, dan kebesaran nama Kesultanan Ternate berpadu menjadi satu dan menciptakan sebuah harmoni menarik dari satu wilayah di Maluku Utara yang tentu saja telah dikenal hingga ke telinga dunia. Kini, kewajiban kita sebagai penduduk Indonesia untuk terus menjaga seluruh kekayaan ini agar tetap bertahan dan terus berkembang ke arah yang lebih baik di masa depan. [Phosphone/IndonesiaKaya]
Anugerah Luar Biasa Dari Keberadaan Gunung Gamalama
Gunung tinggi yang menjulang terlihat gagah berdiri seolah menguasai Pulau Ternate. Hamparan pepohonan terbentang membentuk balutan selimut hijau sejauh mata memandang. Suara desiran ombak terdengar lembut menderu dan tenangkan jiwa. Ternate bagaikan sebuah pulau dengan gunung Gamalama sebagai pusatnya. Berbicara Ternate tidak akan pernah lepas dari keberadaan Gunung Gamalama. Gunung ini adalah salah satu Gunung vulkanik tinggi yang terdapat di Indonesia. Gamalama memiliki ketinggian mencapai 1.715 meter di atas permukaan laut dengan Hutan hijau lebat mencapai ketinggian 1.500 meter. Hal yang menarik dari Gunung Gamalama adalah bentuknya yang kerucut dan merupakan keseluruhan bagian dari Pulau Ternate.
Tidak hanya terkenal akan keindahannya, gunung besar ini juga memiliki sejarah yang luar biasa terkait perjalanan panjang manusia yang mendiami Ternate sejak masa lampau. Nama Gunung Gamalama berasal dari kata Kie Gam Lamo yang berarti “Negeri yang Besar” dan menjadi simbol kebesaran bangsa yang mendiami Pulau Ternate. Salah satu kisah Legenda yang lahir dari peristiwa letusan Gunung Gamalama adalah asal-usul terjadinya Danau Tolire. Awalnya, Danau Toire adalah sebuah desa yang bernama Soela Takomi dan pada tahun 1775 Gunung Gamalama meletus hingga menghancurkan Desa ini bersama penduduknya.
Gunung Gamalama sudah lebih dari 60 kali mengalami letusan. Letusan pertamanya tercatat pada tahun 1538 dan sudah memakan korban jiwa hingga ratusan orang. Letusan gunung ini terkenal dahsyat hingga menutupi langit Ternate bahkan membuat penduduk Ternate mengungsi ke Tidore. Walaupun letusan Gunung Gamalama tergolong besar dan tidak pernah berhenti bergejolak, namun penduduk Ternate tidak pernah menyusut meninggalkan Ternate. Bahkan, laju pertumbuhan penduduk Ternate selalu bertambah dari tahun ke tahun hingga Ternate menjadi salah satu pusat aktivitas Provinsi Maluku Utara.
Aktivitas letusan Gunung Gamalama juga berdampak terhadap kebudayaan dan tradisi masyarakat setempat. Salah satu tradisi yang muncul adalah Kololie Kie yang setiap tahun ditampilkan dalam festival Legu Gam. Tradisi unik ini adalah warisan nenek moyang penduduk Ternate yang berupa ritual mengitari Gunung Gamalama sembari mengunjungi sejumlah tempat dan makam keramat. Tradisi unik ini dilakukan sebagai upaya memanjatkan doa kepada Sang Kuasa dan para leluhur agar Gunung Gamalama tidak meletus.
Gunung Gamalama juga merupakan gunung yang menantang bagi para pendaki atau pencinta alam. Untuk mendaki gunung ini tidak dikenakan biaya sepersen pun, namun para tetua adat biasanya akan menyarankan untuk berdoa terlebih dahulu sebelum mendaki dan menjaga kebersihan alam. Selain itu, para pendaki biasanya tidak diperbolehkan naik dalam jumlah ganjil karena penduduk setempat percaya jika ganjil, maka salah satu dari mereka akan celaka.
Keberadaan Gunung Gamalama tidak dapat dipisahkan dari perjalanan sejarah penduduk Ternate. Bahkan, keindahan alam Gunung Gamalama pun memberikan kesejahteraan bagi masyarakat Ternate, mulai dari mata pencaharian pertanian hingga pariwisata yang terkenal hingga ke mancanegara. Kisah kelam tentang letusan Gunung Gamalama memang tidak dapat dihilangkan dari ingatan, namun kekayaan alam berupa perkebunan cengkeh dan pala di sepanjang lereng gunung juga patut untuk dibanggakan sebagai bagian dari kekayaan Indonesia. [Phosphone/IndonesiaKaya]